Tugas 2 Etika Bisnis



Definisi Pengertian Etika Bisnis Menurut Para Ahli
Menurut Velasques (2002)
Etika bisnis merupakan studi yang dikhususkan mengenai moral yang benar dan salah. Studi ini berkonsentrasi pada standar moral sebagaimana diterapkan dalam kebijakan, institusi dan perilaku bisnis.
Menurut Steade et al (1984:701)
Etika bisnis adalah standar etika yang berkaitan dengan tujuan dan cara membuat keputusan bisnis.
Menurut Hill dan jones (1998)
Etika bisnis merupakan suatu ajaran untuk membedakan antara salah dan benar guna memberikan pembekalan kepada setiap pemimpin perusahaan ketika mempertimbangkan untuk mengambil keputusan strategis yang terkait dengan masalah moral yang kompleks.
Menurut Sim (2003)
Etika adalah istilah filosofis yang berasal dari “etos”, kata Yunaniyang berarti karakter atau kustom. Definisi erat dengan kepemimpinan yang efektif dalam organisasi, dalam hal ini berkonotasi kode organisasi menyampaikan integritas moral dan nilai-nilai yang konsisten dalam pelayanan kepada masyarakat.
Menurut Bertens
Bertens (2000:36) mengatakan bahwa etika bisnis dalam bahasa Inggris disebut business ethics. Dalam bahasa Belanda dipakai nama bedrijfsethick (etika perusahaan) dan dalam bahasa Jerman Unternehmensethik (etika usaha). Cukup dekat dengan itu dalam bahasa Inggris kadang-kadang dipakai corporate ethics (etika korporasi). Narasi lain adalah “etika ekonomis” atau”etika ekonomi” (jarang dalam bahasa Inggris economic ethics; lebih banyak dalam bahasa Jerman Wirtschaftsethik). Ditemukan juga nama management ethics atau managerial ethics (etika manajemen) atau organization ethics (etika organisasi).
Menurut Yosephus
Yosephus (2010:79) mengatakan bahwa Etika Bisnis secara hakiki merupakan Applied Ethics (etika terapan). Di sini, etika bisnis merupakan wilayah penerapan prinsip-prinsip moral umum pada wilayah tindak manusia di bidang ekonomi, khususnya bisnis. Jadi, secara hakiki sasaran etika bisnis adalah perilaku moral pebisnis yang berkegiatan ekonomi.

Pengertian Etika Bisnis
Pengertian Etika Bisnis secara sederhana adalah : cara-cara untuk melakukan kegiatan bisnis, yang mencakup seluruh aspek yang berkaitan dengan  individu,  perusahaan, industri dan juga masyarakat. Semuanya ini mencakup bagaimana kita menjalankan bisnis secara adil, sesuai dengan hukum yang berlaku, dan tidak tergantung pada kedudukan individu ataupun perusahaan di masyarakat itu sendiri.
Etika bisnis dalam perusahaan memiliki peran yang sangat penting, yaitu untuk membentuk suatu perusahaan yang kokoh dan memiliki daya saing yang tinggi serta mempunyai kemampuan menciptakan nilai (value-creation) yang tinggi, diperlukan suatu landasan yang kokoh.
Biasanya dimulai dari perencanaan strategis , organisasi yang baik, sistem prosedur yang transparan didukung oleh budaya perusahaan yang handal serta etika perusahaan yang dilaksanakan secara konsisten dan konsekuen.

Macam-macam Etika
Etika terbagi menjadi tiga bagian utama: meta-etika (studi konsep etika), etika normatif (studi penentuan nilai etika), dan etika terapan (studi penggunaan nilai-nilai etika).
Adapun Jenis-jenis  Etika adalah sebagai berikut:
1.      Etika Filosofis
Etika filosofis secara harfiah dapat dikatakan sebagai etika yang berasal dari kegiatan berfilsafat atau berpikir, yang dilakukan oleh manusia. Karena itu, etika sebenarnya adalah bagian dari filsafat; etika lahir dari filsafat.
2.      Ada  dua sifat etika, yaitu:
a.       Non-empiris Filsafat digolongkan sebagai ilmu non-empiris. Ilmu empiris adalah ilmu yang didasarkan pada fakta atau yang kongkret. Namun filsafat tidaklah demikian, filsafat berusaha melampaui yang kongkret dengan seolah-olah menanyakan apa di balik gejala-gejala kongkret. Demikian pula dengan etika. Etika tidak hanya berhenti pada apa yang kongkret yang secara faktual dilakukan, tetapi bertanya tentang apa yang seharusnya dilakukan atau tidak boleh dilakukan.
b.      Praktis Cabang-cabang filsafat berbicara mengenai sesuatu “yang ada”. Misalnya filsafat hukum mempelajari apa itu hukum. Akan tetapi etika tidak terbatas pada itu, melainkan bertanya tentang “apa yang harus dilakukan”. Dengan demikian etika sebagai cabang filsafat bersifat praktis karena langsung berhubungan dengan apa yang boleh dan tidak boleh dilakukan manusia. Etika tidak bersifat teknis melainkan reflektif, dimana  etika hanya menganalisis tema-tema pokok seperti hati nurani, kebebasan, hak dan kewajiban, dsb, sambil melihat teori-teori etika masa lalu untuk menyelidiki kekuatan dan kelemahannya.
3.      Etika Teologis
Terdapat dua hal-hal yang berkait dengan etika teologis. Pertama, etika teologis bukan hanya milik agama tertentu, melainkan setiap agama dapat memiliki etika teologisnya masing-masing. Kedua, etika teologis merupakan bagian dari etika secara umum, karena itu banyak unsur-unsur di dalamnya yang terdapat dalam etika secara umum, dan dapat dimengerti setelah memahami etika secara umum.
Secara umum, etika teologis dapat didefinisikan sebagai etika yang bertitik tolak dari presuposisi-presuposisi teologis. Definisi tersebut menjadi kriteria pembeda antara etika filosofis dan etika teologis.
Setiap agama dapat memiliki etika teologisnya yang unik berdasarkan apa yang diyakini dan menjadi sistem nilai-nilai yang dianutnya. Dalam hal ini, antara agama yang satu dengan yang lain dapat memiliki perbedaan di dalam merumuskan etika teologisnya.
Teori Etika Bisnis
Ada beberapa teori tentang etika bisnis seperti yang diungkapkan oleh Yosephus (2010) sebagai berikut :

a.      Teori Kebahagiaan
Teori kebahagiaan mencakup hedonisme dan utilitarisme. Baik hedonisme maupun utilitarisme sama-sama merupakan teori etika normatif yang mempersoalkan tujuan hidup manusia. Secara umum, baik penganut hedonisme maupun utilitarisme sependapat bahwa kebahagiaan merupakan satu-satunya tujuan hidup semua manusia, maka prinsip pokok yang mendasari setiap perilaku manusia adalah bagaimana mencapai kebahagiaan sebagai satu-satunya tujuan hidup.
b.      Utilitarisme
Utilitarisme berasal dari kata utilis dalam bahasa Latin yang berarti berguna atau berfaedah. Menurut utilitarisme, suatu perbuatan atau tindakan adalah baik jika tindakan tersebut bermanfaat atau berguna. Persoalnnya berguna atau bermanfaat untuk siapa dan dalam kondisi seperti apa? Pada pertannyaan seperti itu, kaum utilitarisme menjawab bahwa suatu perbuatan atau tindakan adalah baik jika berguna atau bermanfaat bagi si pelaku maupun bagi semua orang yang terkena dampak dari perbuatan atau tindakan itu.
Sebagai teori etika, utilitarisme sering disebut the greatest happiness theory atau teori kebahagian terbesar. Dibedakan antara utilitarisme tindakan dan utilitarisme peraturan, tergantung apakah kriteria utilitaristik itu ditetapkan pada tindakan atau pada peraturan.
c.       Hedonisme
Hedonism berasal dari kata hedone dalam bahasa Yunani yang berarti ”nikmat atau kegembiraan”. Sebagai paham teori moral, hedonisme bertolak dari asumsi dasar bahwa manusia hendaknya berperilaku sedemikian rupa agar hidupnya bahagia. Dengan singkat namun tegas, kaum hedonisme merumuskan : “carilah nikmat dan hindarilah rasa sakit!”. Berdasarkan rumusan ini, bagaimana hedonism (terutama Aristippos dan Epikuros) memaknai hidup. Bagi mereka hidup adalah upaya menjauhi rasa sakit dan mendekatkan diri pada rasa nikmat.
Motivasi yang paling kuat di balik tujuan-tujuan yang luhur, seperti: penegakan kebenaran dan keadilan serta tujuan-tujuan suci, misalnya penyebaran iman, bahwa dalam melakukan kegiatan apapun juga secara kodrati manusia selalu tergerak mencari dan mendapatkan kenikmatan hidup. Sebuah penipuan diri dan kemunafikan jika ada orang yang mengatakan segala kegiatannya ditunjukkan demi cita-cita luhur atau demi membantu atau menolong orang-orang lain. Jadi, menurut paham hedonism psikologis, manusia itu pada dasarnya sangat egois karena segala tindakannya hanya ditunjukkan untuk mendapatkan kenikmatan dirinya sendiri.
d.      Teori Kewajiban (deontologisme)
Teori deontology justru mengukur baik atau buruknya suatu tindakan dari segi wajib dan tidaknya perbuatan tersebut dilakukan. Kata “deon” (Yunani) dari istilah deontology berarti kewajiban atau apa yang wajib dilakukan. Sistem atau teori moral ini pertama kali diajukan oleh filsuf-etikawan Jerman, Immanuel Kant (1724-1904).
Menurut Immanuel Kant inti ajaran deontology yang disebut baik dalam arti yang sesungguhnya, hanyalah “good will” atau kehendak baik. Jadi, good will, hanya bisa dikatakan baik jika memenuhi persyaratan tertentu. Pada tataran ini, politik, bisnis, kepandaian, atau kekuasaan adalah good will atau kehendak baik.
Menurut Kant, kehendak itu menjadi baik, kalau yang menjadi dasar dari suatu tindakan adalah kewajiban. Dengan demikian Kant menggaris-bawahi, bahwa suatu perbuatan secara moral adalah baik jika orang yang melakukannya menghormati atau menghargai hukum moral. Hukum moral yang dimaksudkan Kant adalah kewajiban seorang berkehendak baik jika ia hanya menghendaki untuk melakukan yang wajib baginya.
e.       Teori Keutamaan (virtue ethics)
Apapun pekerjaan dan profesinya selalu ingin menjadi orang menjadi kuat secara moral yang berarti memiliki kepribadian yang mantap sehingga selalu sanggup bertindak sesuai dengan apa yang diyakini sebagai baik dan benar. Kepribadian yang kuat dan mantap secara moral disebut “keutamaan moral”.

Model Etika Dalam Bisnis
Carroll dan Buchollz (2005) dalam Rudito (2007:49) membagi tiga tingkatan manajemen dilihat dari cara para pelaku bisnis dalam menerapkan etika dalam bisnisnya.
1.      Immoral Manajemen
Immoral manajemen merupakan tingkatan terendah dari model manajemen dalam menerapkan prinsip-prinsip etika bisnis. Manajer yang memiliki manajemen tipe ini pada umumnya sama sekali tidak mengindahkan apa yang dimaksud dengan moralitas, baik dalam internal organisasinya maupun bagaimana dia menjalankan aktivitas bisnisnya. Para pelaku bisnis yang tergolong pada tipe ini, biasanya memanfaatkan kelemahan-kelemahan dan kelengahan-kelengahan dalam komunitas untuk kepentingan dan keuntungan diri sendiri, baik secara individu atau kelompok mereka. Kelompok manajemen ini selalu menghindari diri dari yang disebut etika. Bahkan hukum dianggap sebagai batu sandungan dalam menjalankan bisnisnya.
2.      Amoral Manajemen
Tingkatan kedua dalam aplikasi etika dan moralitas dalam manajemen adalah amoral manajemen. Berbeda dengan immoral manajemen, manajer dengan tipe manajemen seperti ini sebenarnya bukan tidak tahu sama sekali etika atau moralitas. Ada dua jenis lain manajemen tipe amoral ini, yaitu Pertama, manajer yang tidak sengaja berbuat amoral (unintentional amoral manager). Tipe ini adalah para manajer yang dianggap kurang peka, bahwa dalam segala keputusan bisnis yang diperbuat sebenarnya langsung atau tidak langsung akan memberikan efek pada pihak lain. Oleh karena itu, mereka akan menjalankan bisnisnya tanpa memikirkan apakah aktivitas bisnisnya sudah memiliki dimensi etika atau belum. Manajer tipe ini mungkin saja punya niat baik, namun mereka tidak bisa melihat bahwa keputusan dan aktivitas bisnis mereka apakah merugikan pihak lain atau tidak. Tipikal manajer seperti ini biasanya lebih berorientasi hanya pada hukum yang berlaku, dan menjadikan hukum sebagai pedoman dalam beraktivitas. Kedua, tipe manajer yang sengaja berbuat amoral. Manajemen dengan pola ini sebenarnya memahami ada aturan dan etika yang harus dijalankan, namun terkadang secara sengaja melanggar etika tersebut berdasarkan pertimbangan-pertimbangan bisnis mereka, misalnya ingin melakukan efisiensi dan lain-lain. Namun manajer tipe ini terkadang berpandangan bahwa etika hanya berlaku bagi kehidupan pribadi kita, tidak untuk bisnis. Mereka percaya bahwa aktivitas bisnis berada di luar dari pertimbangan-pertimbangan etika dan moralitas.
Widyahartono (1996:74) mengatakan prinsip bisnis amoral itu menyatakan “bisnis adalah bisnis dan etika adalah etika, keduanya jangan dicampur-adukkan”. Dasar pemikirannya sebagai berikut :
3.      Moral Manajemen
Tingkatan tertinggi dari penerapan nilai-nilai etika atau moralitas dalam bisnis adalah moral manajemen. Dalam moral manajemen, nilai-nilai etika dan moralitas diletakkan pada level standar tertinggi dari segala bentuk prilaku dan aktivitas bisnisnya. Manajer yang termasuk dalam tipe ini hanya menerima dan mematuhi aturan-aturan yang berlaku namun juga terbiasa meletakkan prinsip-prinsip etika dalam kepemimpinannya. Seorang manajer yang termasuk dalam tipe ini menginginkan keuntungan dalam bisnisnya, tapi hanya jika bisnis yang dijalankannya secara legal dan juga tidak melanggar etika yang ada dalam komunitas, seperti keadilan, kejujuran, dan semangat untuk mematuhi hukum yang berlaku. Hukum bagi mereka dilihat sebagai minimum etika yang harus mereka patuhi, sehingga aktifitas dan tujuan bisnisnya akan diarahkan untuk melebihi dari apa yang disebut sebagai tuntutan hukum. Manajer yang bermoral selalu melihat dan menggunakan prinsip-prinsip etika seperti, keadilan, kebenaran, dan aturan-aturan emas (golden rule) sebagai pedoman dalam segala keputusan bisnis yang diambilnya.

Perkembangan Etika Bisnis
Berikut perkembangan etika bisnis menurut Bertens (2000):
1.      Situasi Dahulu
Pada awal sejarah filsafat, Plato, Aristoteles, dan filsuf-filsuf Yunani lain menyelidiki bagaimana sebaiknya mengatur kehidupan manusia bersama dalam negara dan membahas bagaimana kehidupan ekonomi dan kegiatan niaga harus diatur.
2.      Masa Peralihan: tahun 1960-an
ditandai pemberontakan terhadap kuasa dan otoritas di Amerika Serikat (AS), revolusi mahasiswa (di ibukota Perancis), penolakan terhadap establishment (kemapanan). Hal ini memberi perhatian pada dunia pendidikan khususnya manajemen, yaitu dengan menambahkan mata kuliah baru dalam kurikulum dengan nama Business and Society. Topik yang paling sering dibahas adalah corporate social responsibility.
3.      Etika Bisnis Lahir di AS: tahun 1970-an
sejumlah filsuf mulai terlibat dalam memikirkan masalah-masalah etis di sekitar bisnis dan etika bisnis dianggap sebagai suatu tanggapan tepat atas krisis moral yang sedang meliputi dunia bisnis di AS.
4.      Etika Bisnis Meluas ke Eropa: tahun 1980-an
di Eropa Barat, etika bisnis sebagai ilmu baru mulai berkembang kira-kira 10 tahun kemudian. Terdapat forum pertemuan antara akademisi dari universitas serta sekolah bisnis yang disebutEuropean Business Ethics Network (EBEN).
5.      Etika Bisnis menjadi Fenomena Global: tahun 1990-an
tidak terbatas lagi pada dunia Barat. Etika bisnis sudah dikembangkan di seluruh dunia. Telah didirikan International Society for Business, Economics, and Ethics (ISBEE) pada 25-28 Juli 1996 di Tokyo.

Referensi :

Tugas 1 Etika Profesi Akuntansi



Pengertian Etika dari Brooks, Leonard J., Business & professional Ethics For Accountants , South Western College Publishing 2000.

Etika berasal dari dari kata Yunani ‘Ethos’ (jamak – ta etha), berarti adat istiadat

Etika berkaitan dengan kebiasaan hidup yang baik, baik pada diri seseorang maupun pada suatu masyarakat .
Etika berkaitan dengan nilai-nilai, tatacara hidup yg baik, aturan hidup yg baik dan segala kebiasaan yg dianut dan diwariskan dari satu orang ke orang yang lain atau dari satu generasi ke generasi yg lain.

Pengertian Etika dari Duska, Ronald F and Brenda shay Duska, Accounting Ethics for Professional Accountants international federation of Accountants
Kata etika memiliki beberapa makna, Webster’s Collegiate Dictionary yang dikutip oleh Ronald Duska dalam buku Accounting Ethics memberi empat makna dasar dari kata etika, yaitu:
1. Suatu disiplin terhadap apa yang baik dan buruk dan dengan tugas moral serta kewajiban.
2. Seperangkat prinsip-prinsip moral atau nilai-nilai
3. Sebuah teori atau sistem atas nilai-nilai moral
4. Prinsip atas pengaturan prilaku suatu individu atau kelompok
Sedangkan menurut Bertens etika dapat juga didefinisikan sebagai nilai-nilai dan norma-norma yang menjadi pegangan bagi seseorang atau suatu kelompok dalam mengatur tingkah lakunya. Dari pengertian diatas mengisyaratkan bahwa etika memiliki peranan penting dalam melegitimasi segala perbuatan dan tindakan yang dilihat dari sudut pandang moralitas yang telah disepakati oleh masyarakat. Dalam prakteknya, terkadang penerapan nilai etika hanya dilakukan sebatas persetujuan atas standar moral yang telah disepakati untuk tidak dilanggar. Norma moral yang menjadi standar masyarakat untuk menentukan baik buruknya perilaku dan tindakan seseorang, terkadang hanya dianggap suatu aturan yang disetujui bersama tanpa dipertimbangkan mengapa aturan-aturan moral tersebut harus kita patuhi. Untuk itu, pemikiran-pemikiran yang lebih mendalam mengenai alasan-alasan mengapa kita perlu berperilaku yang etis sesuai dengan norma-norma moral yang telah disepakati, melahirkan suatu bentuk teori etika yang menyediakan kerangka untuk memastikan benar tidaknya keputusan moral kita. 

Pengertian Etika dari para ahli

a.    Menurut  kamus besar bahasa Indonesia  ( 1995 ), etika adalah nilai mengenai benar atau salah yang dianut suatu golongan atau masyarakat.
b.    Menurut Maryani dan Ludigo ( 2001 ), etika merupakan seperangkat aturan atau norma atau pedoman yang mengatur perilaku manusia, baik yang harus dilakukan maupun yang harus ditinggalkan oleh sekelompok masyarakat.

Berdasarkan asal usul kata, etika berasal dari Bahasa Yunani yaitu ethos yang berarti adat istiadat atau kebiasaan yang baik.

Kode Etik Akuntansi

Kode Etik Akuntan merupakan norma perilaku yang mengatur hubungan auditor dengan klien, auditor dengan sejawat serta antar profesi dengan masyarakat . kode etik akuntan Indonesia digunakan sebagai panduan dan aturan bagi seluruh anggota baik yang berperan sebagai auditor, bekerja di lingkungan dunia usaha, bekerja pada instansi pemerintah maupun dunia pendidikan. Etika profesional bagi auditor di Indonesia dikeluarkan oleh Ikatan Akuntansi Indonesia ( Sihwahjoni dan Gudono, 2000 ).

Pengertian Profesi dari para ahli

Pengertian profesi menurut Ornstien dan Levine 1984 : melayani masyarakat, merupakan karir yang dilakukan sepanjang hayat. Melakukan bidang dan ilmu dan ketrampilan tertentu. Memerlukan latihan khusus dalam jangka waktu yang lama. Melakukan status sosial dan ekonomi yang tinggi.
Menurut Danin, 2002. Secara estimologi, istilah profesi berasal dari bahasa Inggris yaitu profession atau bahasa latin, profecus yang artinya mengakui adanya pengakuan, menyatakan mampu atau ahli dalam melakukan suatu pekerjaan. Sedangkan secara terminologi, profesi berarti suatu pekerjaan yang mempersyaratkan pendidikan tinggi bagi pelakunya yang ditekankan pada pekerjaan mental.

Ciri-ciri Profesi

Secara umum ada beberapa ciri atau sifat yang selalu melekat pada profesi, yaitu :

1.      Adanya pengetahuan khusus, yang biasanya keahlian dan keterampilan ini dimiliki berkat pendidikan, pelatihan dan pengalaman yang bertahun-tahun.

2.      Adanya kaidah dan standar moral yang sangat tinggi. Hal ini biasanya setiap pelaku profesi mendasarkan kegiatannya pada kode etik profesi.

3.      Mengabdi pada kepentingan masyarakat, artinya setiap pelaksana profesi harus meletakkan kepentingan pribadi di bawah kepentingan masyarakat.

4.      Ada izin khusus untuk menjalankan suatu profesi. Setiap profesi akan selalu berkaitan dengan kepentingan masyarakat, dimana nilai-nilai kemanusiaan berupa keselamatan, keamanan, kelangsungan hidup dan sebagainya, maka untuk menjalankan suatu profesi harus terlebih dahulu ada izin khusus.

5.      Kaum profesional biasanya menjadi anggota dari suatu profesi.

Karakteristik Profesi

Karakteristik suatu profesi, seperti yang dirumuskan oleh Abraham Flexner (1915) adalah Aktivitas intelektual, Berdasarkan ilmu dan belajar, Untuk tujuan praktik dan pelayanan, Dapat diajarkan, Terorganisasi secara internal, Altruistik. Sedangkan disebutkan oleh Greenwood, E (1957) lima karakteristik suatu profesi, yaitu: Teori yang spesifik (systematic theory), Otoritas (authority), Wibawa/martabat (prestige), Kode etik (code ofethics), Budaya profesional (professional culture).

Menurut Edgar Schein (1974), karakteristik profesi adalah:
  1. Para profesional terkait dengan pekerjaan seumur hidup dan menjadi sumber penghasilan utama;
  2. Profesional mempunyai motivasi kuat atau panggilan sebagai landasan bagi pemilihan karier profesionalnya dan mempunyai komitmen seumur hidup yang mantap terhadap kariernya;
  3. Profesional memiliki kelompok ilmu pengetahuan dan keterampilan khusus yang diperolehnya melalui pendidikan dan latihan yang lama;
  4. Profesional mengambil keputusan demi kliennya berdasarkan aplikasi prinsip-prinsip dan teori-teori;
  5. Profesional berorientasi pada pelayanan, menggunakan keahlian demi kebutuhan khusus klien;
  6. Pelayanan yang diberikan kepada klien didasarkan pada kebutuhan objektif klien;
  7. Profesional lebih mengetahui apa yang baik untuk klien daripada klien sendiri. Profesional mempunyai otonomi dalam mempertimbangkan tindakannya;
  8. Profesional membentuk perkumpulan profesi yang menetapkan kriteria penerimaan, standar pendidikan, perizinan atau ujian masuk formal, jalur karier dalam profesi, dan batasan peraturan untuk profesi;
  9. Profesional mempunyai kekuatan dan status dalam bidang keahliannya dan pengetahuan mereka dianggap khusus;
  10. Profesional dalam menyediakan pelayanan, biasanya tidak diperbolehkan mengadakan advertensi atau mencari klien.
Pengertian Etika Profesi

Etika profesi pada hakikatnya adalah kesanggupan untuk secara seksama berupaya memenuhi kebutuhan pelayanan profesional dengan kesungguhan, kecermatan dan keseksamaan mengupayakan pengerahan keahlian dan kemahiran berkeilmuan dalam rangka pelaksanaan kewajiban masyarakat sebagai keseluruhan terhadap para warga masyarakat yang membutuhkannya.

Pengetian Etika Profesi Menurut Magnis-Suseno (1985) etika normatif terbagi atas dua yaitu, tolok ukur pertanggungjawaban moral meliputi etika wahyu, etika peraturan, etika situasi dan etika relativisme. Sedangkan etika normatif menuju kebahagiaan meliputi egoisme, pengembangan diri dan utilitarisme. Disamping itu, Hardjoeno (2002) membagi jenis etika atas empat kelompok yaitu, etikanormatif, etika peratusran, etika situasi dan etika relativisme.

Menurut (Boynton dan Kell, 1996) etika profesi merupakan karakteristik suatu profesi yang membedakannya dengan profesi lain yang berfungsi untuk mengatur tingkah laku para anggotanya.

Prinsip-prinsip Etika Profesi

1. Tanggung jawab

- Terhadap pelaksanaan pekerjaan itu dan terhadap hasilnya.

- Terhadap dampak dari profesi itu untuk kehidupan orang lain atau masyarakat pada    umumnya.

2. Keadilan.

    Prinsip ini menuntut kita untuk memberikan kepada siapa saja apa yang menjadi haknya.

3. Otonomi.

Prinsip ini menuntut agar setiap kaum profesional memiliki dan diberi

kebebasan dalam menjalankan profesinya.

 

Kesimpulan

Etika adalah pandangan manusia ataupun aturan prilaku perbuatan manusia yang dimiliki oleh individu ataupun dalam suatu kelompok dan menegaskan mana yang baik atau buruk.

Profesi adalah suatu pekerjaan yang memerlukan pendidikan yang lama dan menyangkut keterampilan intelektual. Sedangkan definisi profesi secara umum, profesi adalah suatu pekerjaan yang ditujukan untuk kepentingan masyarakat dan bukan untuk kepentingan golongan atau kelompok tertentu. Ini dapat diartikan bahwa profesi sangat mementingkan kesejahteraan orang lain.

Etika profesi merupakan karakteristik suatu profesi yang membedakan suatu profesi dengan profesi lain, yang berfungsi untuk mengatur tingkah laku para anggotanya. Tanpa etika, profesi akuntan tidak akan ada karena fungsi akuntan adalah sebagai penyedia informasi untuk proses pembuatan keputusan bisnis oleh para pelaku bisnis.



Referensi :
http://infowuryantoro.blogspot.com/2012/04/pengertian-profesi-dan-karakteristik.html
http://samad717.blogspot.com/2012/06/profesi-menurut-para-ahli.html
snanto, Rizal. 2009. Buku Ajar Etika Profesi. Semarang: Universitas Diponegoro,Mariyana, Rita. Etika Profesi Guru. Qohar, Adnan. Pengertian Etika dan Profesi Hukum. Jombang: WKPA. Widaryanti. 2007. Etika Bisnis dan Etika Profesi Akuntan (Business Ethics and Accountant Professional Ethics). Vol. 2 No. 1 Juni 2007 : 1-10.