Faktor-faktor pebisnis
melakukan pelanggaran etika bisnis
Pelanggaran-pelanggaran
yang dilakukan pebisnis dilatarbelakangi oleh berbagai hal. Salah satu hal
tersebut adalah untuk mencapai keuntungan yang sebanyak-banyaknya, tanpa
memikirkan dampak buruk yang terjadi selanjutnya.
Faktor
lain yang membuat pebisnis melakukan pelanggaran antara lain :
1. Banyaknya kompetitor baru dengan produk mereka
yang lebih menarik
2. Ingin menambah pangsa pasar
3. Ingin menguasai pasar.
Dari ketiga faktor tersebut, faktor pertama
adalah faktor yang memiliki pengaruh paling kuat. Untuk mempertahankan produk perusahaan
tetap menjadi yang utama, dibuatlah iklan dengan sindiran-sindiran pada produk
lain. Iklan dibuat hanya untuk mengunggulkann produk sendiri, tanpa ada
keunggulan dari produk tersebut. Iklan hanya bertujuan untuk menjelek-jelekkan
produk iklan lain.
Selain ketiga faktor tersebut, masih banyak
faktor-faktor lain yang mempengaruhi. Gwynn Nettler dalam bukunya Lying,
Cheating and Stealing memberikan kesimpulan tentang sebab-sebab
seseorang berbuat curang, yaitu :
1. Orang yang sering mengalami kegagalan cenderung
sering melakukan kecurangan.
2. Orang yang tidak disukai atau tidak menyukai
dirinya sendiri cenderung menjadi pendusta.
3. Orang yang hanya menuruti kata hatinya,
bingung dan tidak dapat menangguhkan keinginan memuaskan hatinya, cenderung
berbuat curang.
4. Orang yang memiliki hati nurani (mempunyai rasa
takut, prihatin dan rasa tersiksa) akan lebih mempunyai rasa melawan terhadap
godaan untuk berbuat curang.
5. Orang yang cerdas (intelligent)
cenderung menjadi lebih jujur dari pada orang yang dungu (ignorant).
6. Orang yang berkedudukan menengah atau tinggi
cenderung menjadi lebih jujur.
7. Kesempatan yang mudah untuk berbuat curang atau
mencuri, akan mendorong orang melakukannya.
8. Masing-masing individu mempunyai kebutuhan yang
berbeda dan karena itu menempati tingkat yang berbeda, sehingga mudah tergerak
untuk berbohong, berlaku curang atau menjadi pencuri.
9. Kehendak berbohong, main curang dan mencuri
akan meningkat apabila orang mendapat tekanan yang besar untuk mencapai tujuan
yang dirasakannya sangat penting.
10. Perjuangan untuk menyelamatkan nyawa mendorong
untuk berlaku tidak jujur
Pencegahan Pelanggaran Etika Bisnis
Etika dikenal sebagai rambu-rambu dalam suatu
kelompok masyarakat yang berguna untuk mengingatkan setiap anggotanya kepada
suatu tindakan yang harus selalu dilaksanakan. Sedangkan etika di dalam bisnis
tentu saja harus disepakati oleh anggota-anggota pelaku usaha dari berbagai
tingkatan usaha yang berada di dalam kelompok bisnis tersebut serta
kelompok-kelompok terkait lainnya. Dua kalimat penjelasan tersebut sudah cukup
menjelaskan bahwa yang namanya etika memiliki dua poin penting, yaitu tindakan
yang teratur dan kesepakatan bersama. setiap anggota yang ada di dalamnya dan
mengambil bagian dalam mencapai suatu kesepakatan bersama haruslah terus
mengingatnya dan melakukan aturan-aturan tersebut. Demikian juga pada dunia
bisnis, setiap pelaku bisnis harus terus mentaati rambu-rambu tak tertulis
tersebut dalam setiap kebijakan usahanya. Namun tetap saja, hal tersebut masih
sangat sulit dilaksanakan. Peraturan tertulis yang berisikan hukuman apabila
melanggarnya saja sudah banyak yang diabaikan, apalagi sesuatu yang sifatnya
hanya suatu kesepakatan dan tidak memaksa. Itulah yang menyebabkan banyak
pelaku bisnis yang terus-menerus meraup keuntungan tanpa menyadari etika yang
ada. Karena itu diperlukan suatu sifat pengendalian diri dari tiap-tiap pelaku
usaha, untuk menahannya untuk bertindak lebih jauh lagi dalam pencederaan
norma-norma yang ada. Diperlukan juga suatu tanggung jawab sosial agar para
pelaku bisnis tersebut merasa wajib untuk melaksanakan aturan-aturan main di
dalam etika tersebut. Pembebanan tanggung jawab tersebut bisa dengan berbagai
cara, salah satunya adalah dengan mengajak para pelaku usaha tersebut untuk
masuk ke dalam suatu wadah perkumpulan. Dan di dalam wadah itulah
disosialisasikan tentang etika-etika bisnis yang harus selalu diingat dan dilakukan.
Kemudian mengajak mereka untuk bersama-sama mengemban tanggung jawab yang ada
untuk kemajuan bersama. Hal tersebut memang sulit, namun kita tidak akan
mengetahuinya apabila tidak mencobanya. Menumbuhkan sikap saling percaya antara
golongan juga dirasakan penting, karena apabila satu sama lain tidak dapat
saling mempercayai maka sudah dapat dipastikan mereka akan melupakan tanggung
jawab sosial yang seharusnya mereka emban.
Cara
terakhir yang dapat ditempuh untuk mengurangi angka pelaku pelanggaran etika
bisnis adalah dengan adanya sebagian dari etika bisnis yang dituangkan ke dalam
suatu hukum positif. Dengan tertuangnya etika-etika tersebut di dalam suatu
aturan tertulis, maka memiliki kekuatan hukum, dan bersifat memaksa, maka
pelaku-pelaku bisnis mau tidak mau harus mengikuti etika yang telah disepakati
bersama tersebut. Tentu dalam hal ini, untuk mewujudkan etika dalam berbisnis
perlu pembicaraan yang transparan antara semua pihak baik pengusaha,
pemerintah, masyarakat, maupun bangsa lain agar jangan hanya satu pihak saja
yang menjalankan etika sementara pihak lain berpijak kepada apa yang mereka
sendiri inginkan. Artinya adalah kalau ada pihak terkait yang tidak mengetahui
dan menyetujui adanya etika moral dan etika bisnis, jelas apa yang disepakati
oleh kalangan bisnis tadi tidak akan pernah bisa diwujudkan. Jadi jelas untuk
menghasilkan suatu etika di dalam berbisnis yang menjamin adanya kepedulian
antara satu pihak dan pihak lain tidak perlu pembicaraan yang bersifat global
yang mengarah kepada suatu aturan yang tidak merugikan siapapun dalam
perekonomian.
Contoh kasus
pelanggaran etika bisis di Indonesia
Pelanggaran etika yang sering dilakukan oleh
pihak swasta, menurut ketua Taufiequrachman Ruki (Ketua KPK Periode
2003-2007), adalah penyuapan dan pemerasan. Berdasarkan data Bank
Dunia, setiap tahun di seluruh dunia sebanyak US$ 1 triliun (sekitar Rp 9.000
triliun) dihabiskan untuk suap. Dana itu diyakini telah
meningkatkan biaya operasional perusahaan. (Koran Tempo - 05/08/2006)
Di bidang keuangan, banyak
perusahaan-perusahaan yang melakukan pelanggaran etika. Dalam penelitian yang
dilakukan oleh Erni Rusyani, terungkap bahwa hampir 61.9% dari 21
perusahaan makanan dan minuman yang terdaftar di BEJ tidak lengkap dalam
menyampaikan laporan keuangannya (not available). Contoh kasus
pelanggaran etika bisnis antara lain:
1. Kasus pelezat masakan merek ”A”. Kehalalan “A”
dipersoalkan Majelis Ulama Indonesia (MUI) pada akhir Desember 2000 setelah
ditemukan bahwa pengembangan bakteri untuk proses fermentasi tetes tebu (molase),
mengandung bactosoytone (nutrisi untuk pertumbuhan bakteri),
yang merupakan hasil hidrolisa enzim kedelai terhadap biokatalisator porcine yang
berasal dari pankreas babi.
2. Kasus lainnya, adalah produk minuman berenergi
yang sebagian produknya diduga mengandung nikotin lebih dari batas yang
diizinkan oleh Badan Pengawas Obat dan Minuman. Kita juga masih ingat, obat
anti-nyamuk “H” yang dilarang beredar karena mengandung bahan berbahaya.
3. Pada kasus lain, suatu perusahaan di kawasan di
Kalimantan melakukan sayembara untuk memburu hewan Pongo. Hal ini dilakukan
untuk menghilangkan habitat hewan tersebut untuk digunakan sebagai lahan
perkebunan sawit. Hal ini merupakan masalah bagi pemerintah dan dunia usaha,
dimana suatu usaha dituntut untuk tetap melestarikan alam berdampingan dengan
kegiatan usahanya.
4. Pelanggaran juga dilakukan
oleh suatu perusahaan di kawasan Jawa Barat. Perusahaan
tersebut membuang limbah kawat dengan cara membakar kawat tersebut tersebut.
Hal ini menyebabkan asap hitam pekat yang membuat orang mengalami sesak napas
dan pusing saat menghirupnya. Perusahaan tersebut disinyalir tidak melakukan
penyaringan udara saat pembakaran berlangsung. Hal ini dapat mempengaruhi
kesehatan masyarakat sekitar yang berdekatan dengan lokasi pabrik tersebut.
5. Sebuah
perusahaan PJTKI di Yogyakarta melakukan rekrutmen untuk tenaga baby sitter. Dalam pengumuman
dan perjanjian dinyatakan bahwa perusahaan berjanji akan mengirimkan calon TKI
setelah 2 bulan mengikuti training dijanjikan akan dikirim ke negara-negara
tujuan. Bahkan perusahaan tersebut menjanjikan bahwa segala biaya yang
dikeluarkan pelamar akan dikembalikan jika mereka tidak jadi berangkat ke
negara tujuan. B yang tertarik dengan tawaran tersebut langsung mendaftar dan
mengeluarkan biaya sebanyak Rp 7 juta untuk ongkos administrasi dan pengurusan
visa dan paspor. Namun setelah 2 bulan training, B tak kunjung diberangkatkan,
bahkan hingga satu tahun tidak ada kejelasan. Ketika dikonfirmasi, perusahaan
PJTKI itu selalu berkilah ada penundaan, begitu seterusnya. Dari kasus ini
dapat disimpulkan bahwa Perusahaan PJTKI tersebut telah melanggar prinsip
pertanggungjawaban dengan mengabaikan hak-hak B sebagai calon TKI yang
seharusnya diberangkatkan ke negara lain tujuan untuk bekerja.
referensi :
http://rizkiafandi.blogspot.com/2013/10/etika-dalam-bisnis-tugas-1.html
http://riyan1990.blogspot.com/2012/11/pencegahan-pelanggaran-etika-bisnis.html
0 Response to "Pelanggaran Etika Bisnis"
Posting Komentar